Dalam kesepakatan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dan pihak pemberi pinjaman, Japan International Cooperation Agency (JICA), tercantum bahwa penanggung jawab proyek tersebut adalah Gubernur DKI Jakarta. Hal itu yang membuat Jokowi benar-benar memperhitungkan proyek mass rapid transit (MRT).
"Sekarang sudah dalam proses. Saya harus tahu betul kerja samanya dengan Jepang itu seperti apa? Pinjamannya itu seperti apa? Bunganya berapa? Iya, kan? Saya harus tahu itu," kata Jokowi di Balaikota DKI, Jakarta, Senin (3/12/2012).
Terlebih lagi, kata Jokowi, di dalam perjanjian dengan pihak JICA tertulis "Pertanggungajawaban Mutlak Gubernur".
"Nah itu! Jadi, ada kesalahan sedikit saja, tanggung jawabnya mutlak gubernur. Mutlak, tahu mutlak kan? Mutlak," ujar Jokowi.
Pernyataan mutlak itulah yang membuat Jokowi gusar. Menurutnya, proyek MRT selanjutnya menjadi tanggung jawab PT MRT Jakarta sebagai BUMD yang menjalankan proyek tersebut dan sudah bukan menjadi tanggung jawab gubernur.
"Nanti, kalau ada apa-apa tanggung jawabnya gubernur. Saya enggak ngerti kok dulu bisa kayak begitu. Kan mestinya, ini kan sudah BUMD, seharusnya yang tanggung jawab penuhnya di PT MRT itu dong. Kok masih bawa-bawa gubernur, enggak mengerti saya," kata Jokowi.
Oleh karena itu, ia tidak mau apabila MRT merugi, Gubernur yang akan menanggung semuanya dan pada akhirnya juga berbuntut pada BUMD. Apabila merugi, bukan BUMD yang bertanggung jawab, melainkan gubernur.
"Ya, apakah saya harus tanggung jawab mutlak juga kepada Ancol. Nanti Ancol ada yang ruwet, saya yang tanggung jawab. Kalau ada kerugian, saya tanggung jawab. Ya, kok enak jadi direksi kayak begitu, enak aja.
Logika bisnisnya itu seperti apa, kalau logikanya seperti itu ya enak-enak aja. MRT rugi, masak saya yang di keeeeeeeek," kata Jokowi sambil menarik dasinya sehingga seperti orang tercekik.
Permasalahan ini juga yang nantinya akan dibawa Jokowi untuk dicari solusinya bersama Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
"Karena sekali lagi, pertanggungjawaban mutlak, berarti saya enggak usah kerja jadi gubernur, saya ngawasin MRT aja terus. Karena kalau salah sedikit, saya yang di keeeeek pertama kali," kata Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga akan bernegosiasi tentang perbandingan besaran pengembalian pinjaman oleh Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah pusat kepada Japan International Cooperation Agency (JICA) selaku pemberi pinjaman dalam proyek tersebut.
Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo telah bertemu dengan Menteri Keuangan Agus Martowardojo membahas megaproyek mass rapid transit (MRT). Jokowi juga berencana melakukan negosiasi ulang dengan pihak pemberi pinjaman, Japan International Cooperation Agency (JICA).
"Sudah jelas. Ya, ini tadi baru masalah ini. Kalau nanti dengan Menteri Keuangan sudah, akan bertemu juga dengan Jepang, baru nanti ke PT MRT Jakartanya, ya kami jalan," kata Jokowi di Balaikota DKI Jakarta, Senin (3/12/2012).
Masalah yang akan dibicarakan dengan pihak JICA antara lain menyangkut pinjaman, kerja sama, dan bunga. Bunga yang dibebankan terhadap utang pembangunan MRT Jakarta juga akan dibicarakan kembali. Sebab, bunga sebesar 0,25 persen yang dibebankan masih dalam bentuk yen.
"Kalau dalam yen rendah, tetapi dalam rupiah jelasnya berapa? Kita ingin minta penjelasan yang lebih konkret, termasuk apakah pengadaan keretanya itu bekas atau tidak, juga harus dijelaskan," katanya.
Jokowi mengatakan tidak mempermasalahkan rute MRT tahap pertama yang sudah ditetapkan, yaitu Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI). Menurutnya, rute yang ada saat ini sudah terdesain secara makro dan akan terkoneksi dengan moda angkutan lainnya, seperti monorel, kereta api, dan bus transjakarta.
Pemprov DKI terus mengkaji rencana pembangunan MRT ini, terutama menimbang adanya sanksi materiil dan imaterill apabila pembangunannya molor atau batal dilaksanakan. Dalam perjanjian pinjaman (loan agreement), tercantum bahwa jika pembangunan MRT terlambat dan tidak sesuai dengan jadwal, akan dikenakan kewajiban membayar bunga sebesar Rp 800 juta per hari. Bunga itu selanjutnya menjadi beban Pemprov DKI dan juga pemerintah pusat.
Begitu juga jika Jokowi akhirnya memutuskan untuk membatalkan pelaksanaan pembangunan MRT dengan alasan biaya yang terlalu mahal. Konsekuensi moral dan nama baik DKI Jakarta serta Indonesia di iklim investasi internasional akan tercemar karena dana pinjaman untuk proyek MRT hanya dibebankan bunga kecil, yakni 0,25 persen berikut jangka waktu pengembalian pinjaman selama 30 tahun.
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/12/03/18084591/Jokowi.Gusar.Proyek.MRT.Jadi.Tanggung.Jawab.Gubernur?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=100%20Hari%20Jokowi-Basuki
إرسال تعليق