Prabowo Subianto, Der Fuehrer?
Oleh Josef H. Wenas
Memantau liputan tentang kampanye Partai Gerindra dan tingkah polah Prabowo Subianto minggu lalu mengingatkan saya pada gaya teatrikal fasistik Hitler dan partai Nazi-nya kalau mereka sedang parade— Partai Nazi itu panggilan akrab untuk nama resminya Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei,atau Partai Buruh Nasional Sosialis Jerman.
Bangkitnya Nazi itu dalam suasana tahun 1930-an di Jerman. Jalan Nasionalisme dan Sosialisme menjadi alternatif terhadap keperkasaan imperialisme dan kapitalisme kaum ningrat bourgeosie, terutama yang monarkis. Apalagi Perjanjian Versailles di akhir Perang Dunia I buat Hitler adalah musabab Jerman hancur secara ekonomi dan politik. Sakit hati betul, dan perasaan ini mewakili batin mayoritas bangsa Jerman yang kalah perang.
Buku “Mein Kampf” karangan Hitler menuding kesalahan etika Yahudi-Kristen yang— dalam bahasa Hitler— menunjukkan kelemahan yang kewanita-wanitaan (effeminate), dan karena itu antitesisnya haruslah dimunculkan keperkasaan laki-laki, man of iron, untuk melakukan restorasi kejayaan Jerman. Buku Prabowo Subianto “Surat Untuk Sahabat”— kelompok Gramedia menolak mengedarkan buku ini karena dianggap berbau kampanye— juga menuding kesalahan etika pemerintahan yang menyebabkan Indonesia tidak berdiri tegak, tidak teguh dan tidak berani serta tidak optimis. Bagi Prabowo, Indonesia hari ini terancam etika kacung dan boneka.
Hitler dan Prabowo sama-sama berlatar belakang militer, sama-sama temperamental. Hitler memimpikan “Großdeutsches Reich”, atau “Jerman Raya”, Prabowo Subianto memimpikan “Indonesia Raya.” Tidak tahu, ada juga barangkali angan-angan semacam “Das Dritte Reich” di benak Prabowo menyusul kebesaran Sriwijaya dan Majapahit.
Dan keduanya Hitler dan Prabowo paham bahwa cara satu-satunya untuk mewujudkan impian mereka adalah melalui jalur politik. Partai Nazi itu berkuasa tidak melalui kudeta, tetapi melalui jalur konstitusional, melalui pemilihan umum. Setahap demi setahap, hingga Hitler kemudian mampu mentransformasikan dirinya dari Kanselir menjadi Der Fuehrer yang otoritarian.
Partai Gerindra saat ini sedang berusaha memenangkan pemilihan umum. Selebihnya adalah spekulasi berdasarkan “pikiran, ucapan dan tindakan” Prabowo sejauh yang bisa dicermati.
****
Tentang pikiran, ada yang menarik untuk direnungkan lebih dalam. Di bagian sampul belakang buku “Surat Untuk Sahabat” tersebut Prabowo menulis: “Mari kita lakukan perubahan. Mari kita selamatkan masa depan anak dan cucu kita. Mari kita wujudkan cita cita Bung Karno, Bung Syahrir, Jendral Sudirman. Jangan kita kecewakan mereka yang telah gugur. Kalau dulu mereka berani mengatakan merdeka atau mati, sekarang kita harus katakan : Sudah saatnya Indonesia berdiri tegak, teguh, berani dan optimis.”
Saya tergelitik bertanya mengapa Bung Hatta, yang adalah juga simbol kejujuran dan karena itu djadikan award, tidak disebutkan? Padahal Prabowo datang dari keluarga yang secara orientasi politik menjadi bagian dari spiritual network Perdana Menteri RI yang pertama, Sutan Sjahrir. Soemitro Djojohadikusumo itu “orang kita” meminjam istilah di kalangan jaringan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dulu. Menyusul Agresi Militer I tahun 1947, Soemitro bersama-sama Soedjatmoko ikut mendukung diplomasi delegasi Sjahrir ke Dewan Keamanan PBB di Lake Success, New York, Amerika Serikat, yang berhasil gilang gemilang itu.
Bagi orang-orang PSI, pada periode genting republik kita 1945-1949, Soekarno, Hatta, Sjahrir adalahtriumvirate, khususnya Soekarno dan Hatta adalah dwi-tunggal sejati, sekalipun ada peristiwa pengunduran diri Hatta dari jabatan Wakil Presiden di bulan Desember 1956.
Kembali ke penyebutan “mewujudkan cita-cita Bung Karno, Bung Syahrir, Jendral Sudirman”, kelihatannya hal ini memantulkan alam pikir ideologis Prabowo yang berciri tiga kaki (three-pronged): nasionalistik, sosialistik dan militeristik. Disini, lagi-lagi ada kemiripan juga dengan ideologi Hitler.
****
Bagaimana soal ucapan dan tindakan Prabowo? Silahkan google… dari situ bisa dicermati bagaimana karir militernya, bagaimana hubungannya dengan para atasan, sesama perwira maupun juga bawahannya dan apa saja yang pernah dia lakukan. Misalnya kata kunci pencarian “Prabowo, Kiki Syahnakri”, atau “Prabowo, Luhut Panjaitan”, “Prabowo, Wiranto”, “Prabowo, Habibie”, atau “Prabowo, Benny Moerdani.” Termasuk juga kata kunci, “Prabowo, Timor Timur”, atau “Prabowo, Kraras.”
Juga, bisa dicermati kehidupan rumah tangganya, siapa istrinya dan anaknya, lalu bagaimana hubungannya dengan mereka saat ini.
Akhirnya toh akal sehat kita akan bisa memilah-milah berbagai informasi yang ada, dan nurani kita akan menjawab apakah Prabowo Subianto seorang Der Fuehrer.
Castle Hill 77904, Amerika Serikat, 25 Maret 2014
Source : http://politik.kompasiana.com/2014/03/25/prabowo-subianto-der-fuehrer-642147.html
إرسال تعليق